Perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh pemain sepak bola selepas
pertandingan selesai merupakan sebuah perbuatan yang dapat dikualifikasikan
sebagai tindak pidana penganiayaan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum
pidana namun hal ini menjadi perdebatan karena PSSI selaku induk tertinggi yang
menaungi sepak bola Indonesia mempunyai aturan tersendiri melalui Komisi Disiplin
sebagai sistem peradilan dalam sepak bola. Sebagai contoh Kasus Oktavianus
Maniani seorang pemain sepak bola profesional yang menusukan bendera hakim
garis kepada perut wasit yang memimpin pertanding seusai tim nya menerima
kekalahan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah seorang pemain
sepak bola yang melakukan kekerasan selepas pertandingan usai perbuatannya dapat
dikualifikasikan sebagi tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum pidana ataukah perbuatan tersebut hanya dianggap sebagai tindakan
indisipliner merut peraturan PPSI Tahun 2018 tentang Kode Disiplin khusus nya
dalam kasus Oktavianus Maniani.
Untuk mengetahui hal tersebut maka metode yang digunakan adalah yuridis
normatif dengan sumber data berupa data sekunder. Data yang telah terkumpul dalam
penelitian ini disusun secara sistematis dengan analisis kualitatif.
Bedasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu, bahwa perbuatan yang
dilakukan oleh Oktavianus Maniani dalam Kasusnya dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana penganiayaan namun dalam kasus ini perbuatan pelaku tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum pidana karna dalam prakteknya sistem
peradilan yang diterapkan dalam Kasus tersebut adalah peraturan yang diatur dalam
peraturan PSSI tahun 2018 tentang Kode Disiplin yang mana dalam ini peraturan
PSSI adalah lex spesialis dalam ranah sepak bola.