Record Detail
Advanced Search
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM PIDANA MENGENAI SISTEM PERUMUSAN SANKSI PIDANA DALAM PASAL 2 AYAT (1) DAN PASAL 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR 26/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Bdg
Penelitian ini dilatar belakangi oleh putusan pengadilan negeri Bandung Nomor 26/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Bdg, terkait dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yang seharusnya dalam putusan tersebut harus dikaitkan dengan Pasal 52 KUHP, dikarenakan pelaku pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan, tetapi hakim dalam memutus perkara ini menjatuhkan pidana yang relatif ringan, sehingga perlu diteliti bagaimanakah ide dasar yang menjadi latar belakang perumusan sanksi pidana dalam Pasal tersebut dan bagaimana penerapanya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan kebijakan dan pendekatan kasus. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primair, sekunder, tersier serta teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara studi dokumen. Kemudian dapat ditarik suatu simpulan dari penelitian ini yang disusun secara kualitatif.
Berdasarkan analisis terhadap data dan fakta maka dapat ditarik kesimpulan yaitu ide dasar perumusan sanksi pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 yang dirumuskan pada tahap formulasi memiliki kualitas dan bobot delik yang sama namun dalam perumusan sanksinya berbeda, perumusan sanksi pidana dalam kedua Pasal ini bertentangan dengan KUHP, dalam KUHP menentukan bahwa jika suatu perbuatan dilakukan karena jabatan dan menyalahi wewenang maka merupakan pemberatan pidana. Kemudian dalam penerapnnya pada Putusan 26/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Bdg dengan terdakwa Sumargo yang didakwa dengan dakwaan subsidair yang mengharuskan hakim membuktikan secara berurutan dari dakwaan, hakim mempertimbangkan kualitas subjek terdakwa yang melakukan tindak pidana korupsi dengan menyelahgunakan kewengan sebagai dakwaan subsidair.
Detail Information
| Statement of Responsibility |
-
|
|---|---|
| Description |
-
|
| Publisher | STHB Press : ., 2020 |
| Language |
Indonesia
|
| ISBN/ISSN |
-
|
| Content Type |
Undergraduate Theses
|