Record Detail
Advanced Search
KEBIJAKAN APLIKASI BAGI PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK YANG DIKENAKAN PIDANA TAMBAHAN KEBIRI KIMIA
Maraknya kejahatan seksual terhadap anak yang semakin meningkat dari tahun-ketahunnya membuat pemerintah khususnya presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang mana didalamnya terdapat pidana tambahan berupa kebiri kimia yang saat ini masih menjadi pro kontra. Penulis melakukan penelitian mengenai kebijakan aplikasi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang dikenakan pidana tambahan kebiri kimia dengan tujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan aplikasi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang dikenakan pidana tambahan berupa kebiri kimia dan permasalahan yang diperkirakan akan timbul dalam tataran eksekusi bagi pelaku kejahatan seksual yang dikenakan pidana tambahan berupa kebiri kimia.
Untuk mewujudkan tujuan di atas, penulis melakukan penelitian deskriptif, yaitu menganalisis dan menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terkait kebijakan aplikasi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang dikenakan pidana tambahan kebiri kimia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan kebijakan (policy approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Data yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen (stufy of document), kemudian dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif.
Betdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kebijakan aplikasi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak haruslah berdasarkan beberapa aspek diantaranya yaitu: (a). Tujuan pemidanaan, karena tujuan pemidanaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam rangka menjatuhkan putusan. (b). Kebijakan aplikasi bagi pelaku kejahatan juga harus berdasarkan pada tujuan hukum khususnya keadilan, sesuai yang telah diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D dan 28H ayat (2). Selain itu juga, karena keadilan merupakan jiwanya hukum. Dan permasalahan yang diperkirakan muncul dalam tataran eksekusi diantaranya yaitu: (a). Melanggar Hak Asasi Manusia, sebagai mana yang telah dicantumkan dalam Declaration of Independence 1788 yang disusun Thomas Jefferson mencantumkan bahwa manusia karena kodratnya bebas merdeka serta memiliki hak-hak yang tidak dapat dipisahkan atau dirampas dengan sifat kemanusiaannya berupa hak hidup, hak memiliki, hak mengejar kebahagiaan dan keamanan, terkhusus karena hasrat seksual adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia yang tidak boleh dihilangkan atau hak yang tidak boleh dibatasi (non- derogable right). (b). Bertentangan dengan berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum nasional, diantaranya Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipil/ICCPR), Konvensi Anti Penyiksaan (CAT), dan juga Konvensi Hak Anak (CRC).
Detail Information
| Statement of Responsibility |
-
|
|---|---|
| Description |
-
|
| Publisher | STHB Press : ., |
| Language |
Indonesia
|
| ISBN/ISSN |
-
|
| Content Type |
Undergraduate Theses
|
| Keyword(s) |
|---|