Tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan kekuatan hukum tanda tangan elektronik dalam transaksi e-commerce menurut UU ITE.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan jenis penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode pendekatan adalah pendekatan perundang-undangan. Data dikumpulkan melalui studi dokumen dan dianalisa secara normatif kualitatif.
Kedudukan tanda tangan elektronik dalam transaksi e-commerce menurut UU ITE diakui sama dengan tanda tangan manual pada umumnya. Hal ini disebutkan dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU ITE yang menyatakan, undang-undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, tanda tangan elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Kekuatan hukum tanda tangan elektronik dalam transaksi e-commerce mengacu pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU ITE, yaitu tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi enam persyaratan yang ditentukan dalam pasal tersebut. Penjelasan Pasal 11 ayat (1) menyatakan, antara lain bahwa persyaratan tersebut merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap tanda tangan elektronik. Kekuatan hukum tanda tangan elektronik juga dapat dikaitkan dengan jenis-jenis tanda tangan elektronik yang diatur dalam Pasal 60 ayat (2) PP Nomor 71 Tahun 2019, yaitu tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi. Penjelasan Pasal 60 ayat (2) menyatakan, akibat hukum dari penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi atau yang tidak tersertifikasi berpengaruh terhadap kekuatan nilai pembuktian. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kekuatan nilai pembuktian dari tanda tangan elektronik tersertifikasi lebih tinggi daripada tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi.