No image available for this title

PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM TERHADAP PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DALAM RANGKA KEPASTIAN HUKUM YANG ADIL BERDASARKAN PANCASILA



Pembatalan perkawinan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 belum memberikan kejelasan sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Pasal 22 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Dalam penjelasannya, kata dapat dibatalkan bisa diartikan batal atau tidak batal, bilamana ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan, mencermati hal tersebut maka suatu perkawinan ada yang dapat dibatalkan dan ada yang batal demi hukum. Bagaimanakah kepastian hukum pembatalan perkawinan dalam sistem hukum di Indonesia? Bagaimanakah prespektif pembatalan perkawinan yang adil, selaras dengan pancasila dalam rangka pembaharuan hukum perkawinan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pendekatan yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan pendekatan perbandingan. Pengumpulan data dilaksan akan melalui studi kepustakaan, yaitu melalui penelusuran literatur di perpustakaan guna memperoleh data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier dengan menggunakan metode studi dokumen. Data diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa ketidakpastian antara batal demi hukum dan dapat dibatalkan dalam prakteknya harus dimintakan permohonan kepengadilan. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pejabat yang tidak berwenanglah yang dapat dibatalkan, walaupun dalam hukum agamanya tidak menentukan perkawinan demikian adalah batal. Dalam prespektif pembaharuan sistem hukum perkawinan Indonesia, maka seharusnya setiap perkawinan yang tidak sesuai dengan hukum agamanya lah yang dapat ditentukan sebagai bentuk perkawinan yang dilarang dan perkawinan tersebut batal demi hukum, walaupun tidak ada permohonan pembatalan perkawinan kepengadilan. Berbeda dengan perkawinan yang tidak memenuhi syarat formil berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan tersebut dapat dibatalkandengan permohonan pembatalan melalui putusan pengadilan. Selama tidak/belum ada putusan pengadilan, maka perkawinan tersebut dianggap tetap berlangsung dan sah.


Detail Information

Statement of Responsibility
Description
-
Publisher STHB : Bandung.,
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Content Type
Research Reports

File Attachment