No image available for this title

KEBIJAKAN LEGISLASI TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI



KEBIJAKAN LEGISLASI
TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL
DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

oleh :
Dr. Widiada Gunakaya. SA.,SH.,MH.
Abstrak

Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia imperatif dilakukan, karena prognosisnya pada dewasa ini sudah melewati ambang batas toleransi, tidak hanya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tetapi juga telah merampas hak-hak sosial ekonomi masyarakat luas. Kebijakan pemberantasannya perlu ditempuh dengan menetapkan kebijakan legislasi berupa kriteria dan pedoman penerapan sifat melawan hukum materiil (SMHm) terhadap perbuatan koruptif, terutama dalam fungsinya yang positif dalam UU No. 31 Th 1999 jo UU No. 20 Th 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK). Kebijakan demikian itu imperasinya tetap ditetapkan dalam rangka pembaharuannya, kendatipun oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya No. 003/PUU-IV/2006 telah dinyatakan tidak mengikat secara hukum, karena dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang “kepastian hukum yang adil”. Namun ditinjau dari perspektif kebijakan kriminal, penetapan kebijakan demikian adalah rasional di samping dinilai efektif dalam rangka PTPK. Mengingat hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penetapan kebijakan legislasi, pertama tentang kriteria penerapan SMHm, dan kedua tentang pedoman penerapannya dalam rangka PTPK.
Metode penelitiannya berkait dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif, jenis penelitiannya yuridis normatif dengan mengutamakan sumber data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penyelesaian permasalahannya menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, kebijakan, konsepsional, interpretasi, rasional dan fungsional, historis, komparatif. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi literatur kemudian dianalisis dengan menggunakan mertode analisis kualitatif.
Hasil penelitian mengenai permasalahan pertama menunjukkan, dalam rangka mencapai tujuan kebijakan kriminal, ditempuhnya kebijakan legislasi tentang penerapan SMHm dalam tindak pidana korupsi terdapat dasar rasionalitasnya, yaitu sistem hukum dan sistem hukum pidana, doktrin, serta yurisprudensi Indonesia. Mengenai permasalahan kedua, hasil penelitian menunjukkan bahwa pedoman penerapan SMHm kebijakannya adalah: SMHm telah terjadi, jika perbuatan terdakwa yang tidak bersifat melawan hukum secara formal telah menimbulkan kerugian negara, dan itu dilakukan tidak dalam kerangka memenuhi “kewajiban hukum” dan tidak dalam keadaan memaksa, tetapi untuk kepentingan pribadi pelaku, atau orang lain atau suatu korporasi, serta tidak dalam kerangka mencapai tujuan untuk memenuhi norma hukum yang lebih penting.
Sebagai rekomendasi: mengingat SMHm sangat rentan terhadap pelanggaran asas kepastian hukum, penerapannya haruslah dilakukan secara selektif dan kasuistis, serta di dalam kebijakan legislasinya perlu ditetapkan “kebijakan pembatas” berupa: “kriteria SMHm berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum”, serta penetapan “pedoman penerapan SMHm”. Kebijakan demikian ditetapkan, bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang kuat dan untuk mendapat pengaturan secara tegas, serta sebagai dasar pengecualian terhadap asas legalitas formal, sehingga SMHm dapat menjamin kepastian hukum yang disyaratkan dalam negara hukum.


Detail Information

Statement of Responsibility
Description
-
Publisher STHB : .,
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Content Type
Research Reports

File Attachment