Image of TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBUKTIAN CETAK ELEKTRONIK
(SCREENSHOOT) SEBAGAI ALAT BUKTI PADA PEMERIKSAAN
PERKARA PERDATA DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK DAN KUHPERDATA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBUKTIAN CETAK ELEKTRONIK (SCREENSHOOT) SEBAGAI ALAT BUKTI PADA PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN KUHPERDATA



Pembuktian adalah tahap yang memiliki peranan penting bagi hakim untuk
menjatuhkan putusan. Pembuktian menjadi sentral karena dalil-dalil dari para pihak
diuji melalui tahap pembuktian guna menemukan hukum yang akan diterapkan
maupun ditemukan dalam suatu perkara tertentu. Tujuan dari pembuktian adalah
untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua belah pihak berperkara di
pengadilan untuk dapat memberi kepastian dan keyakinan kepada hakim atau dalil
yang disertai alat bukti yang diajukan di pengadilan. Penulis meneliti tinjauan yuridis
terhadap pembuktian cetak elektronik (screenshot) sebagai alat bukti pada
pemeriksaan perkara perdata dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami
kedudukan alat bukti cetak elektronik (screenshot). Selain itu, untuk mengetahui dan
memahami pertimbangan dan pelaksanaan oleh hakim dalam pembuktian cetak
elektronik (screenshot) dalam praktik peradilan di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, penulis melakukan penelitian deskriptif, yaitu
dalam penelitian ini dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai
pembuktian cetak (screenshot) sebagai alat bukti pada pemeriksaan perkara perdata
dihubungkan dengan UU ITE dan KUH Perdata. Jenis penelitian ini adalah yuridis

normatif. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan. Data diperoleh melalui studi literatur dan dianalisa dengan menggunakan

metode kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam Pasal 5 UU ITE terdapat perluasan alat
bukti, namun Mahkamah Konstitusi menyatakan bertentangan dengan kaidah
konstitusi dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan kaidah konstitusi yang mengatur
tentang pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Namun, keputusan tersebut tidak serta merta
membuat dokumen elektronik (hasil screenshot) tidak dapat diajukan sebagai alat
bukti. Alat bukti screenshot atau dokumen elektronik lainnya masih dapat diajukan
sebagai alat bukti dengan syarat adanya permintaan dari institusi penegak hukum.
Namun demikian, alat bukti alat bukti cetak (screenshot) tidak memiliki peraturan
terkait tata cara pengajuan di persidangan dan tata cara memperlihatkannya kepada
pihak lawan. Tata cara penyerahan ini dapat dijawab melalui pengembangan praktik
di persidangan, namun dalam memberikan kepastian hukum maka perlu diatur dalam
hukum acara perdata dan disusun dalam peraturan Mahkamah Agung.


Detail Information

Statement of Responsibility
Description
-
Publisher STHB Press : .,
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Content Type
Undergraduate Theses

File Attachment