No image available for this title

PERLINDUNGAN HUKUM PENGALIHAN PIUTANG KEPADA PIHAK KETIGA (CESSIE) TERHADAP JAMINAN UTANG DEBITUR DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 613 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA



Dalam dunia bisnis perputaran modal merupakan indikasi bagi lancarnya
sebuah usaha. Berdasarkan hal tersebut seringkali pengusaha memerlukan modal
dalam jangka waktu cepat guna menjamin likuiditas usahanya, sehingga tidak lagi
menunggu jatuh tempo atas piutang yang dimiliki untuk kemudian ditagih
pembayarannya. Sekarang ini, salah satu cara penyelesaian kredit bermasalah atau
yang lebih dikenal dengan sebutan kredit macet yang dilakukan oleh bank untuk
menyelamatkan dana yang telah disalurkannya yaitu dengan cara melakukan
pengalihan piutang tersebut kepada pihak lain atau biasa disebut dengan cessie.
Penelitian ini mengkaji bagaimana syarat sah dan patut suatu pemberitahuan
yang diatur dalam hukum acara perdata dapat diberlakukan pula pada hukum materiil
khususnya mengenai apakah pemberitahuan dilakukannya “cessie” dalam perkara
perdata nomor 19/Pdt.G.S/2019/PN.BLB telah sesuai dengan Pasal 613 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan bagaimanakah analisis hukum terhadap putusan PN Bale
Bandung No. 19/Pdt.G.S/2019/PN.BLB berkaitan dengan cessie dan akibat hukumnya
terhadap status kepemilikan objek jaminan utang debitur.
Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, dengan metode kualitatif dan
diarahkan kepada analisis empiris dan perpektif, serta menggunkakan data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa peralihan cessie antara
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dengan Penggugat (PT. Bangun Properti
Nusantara), kemudian Tergugat sebagai cessus sah secara hukum, bahwa dalam proses
Ketika debiturnya tidak diketahui keberadaannya, maka dapat merujuk kepada Pasal
390 Ayat (1) HIR tersebut dengan cara pemberitahuan tersebut diberikan juga kepada
Kepala Desa /Lurah dimana cessus tersebut berdomisili, dan bahwa berkaitan dengan
membaliknamakan jaminan tersebut seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim, dengan
pertimbangan bahwa sistem hukum yang berlaku di Indonesia menganut larangan milik
beding, yang berarti setiap janji yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
memiliki benda yang menjadi obyek jaminan apabila debitur cidera janji adalah batal
demi hukum, sehingga apabila debitur cidera janji maka yang dapat dilakukan oleh
kreditur baru tersebut adalah menjual barang jaminan dimuka umum dengan syaratsyarat yang lazim berlaku untuk mengambil pelunasan sejumlah piutangnya beserta
bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.


Detail Information

Statement of Responsibility
Description
-
Publisher STHB : Bandung.,
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Content Type
Master Theses

File Attachment