No image available for this title

Tinjauan Yuridis Akibat Hukum Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan Apabila Salah Satu Pihak Meninggal Dunia Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Undang-Undang No 16 Tahun 2019 (Studi Kasus No. 1387/Pdt.P/2019/Pn.Sby)



Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin yang bertujuan untuk menciptakan kehidupan keluarga yang bahagia dan kekal. Di Indonesia, perkawinan sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Perkawinan tidak hanya diselenggarakan dan disahkan secara agama maupun kepercayaan masing-masing, namun haruslah disahkan secara negara untuk mendapatkan kepastian, perlidungan, dan jaminan hukum terhadap hak-hak yang timbul karena perkawinan tersebut. Agar perkawinan tersebut sah secara negara, maka perlulah dilakukan sebuah pencatatan perkawinan. Saat ini masih banyak masyarakat yang masih belum mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan, salah satunya dalam Penetapan 1387/Pdt.P/2019/PN.Sby.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian deskriptif analis, yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu mengumpulkan dan menganalisis secara sistematis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis buat, dapat disimpulkan bahwa status anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan adalah anak yang tidak sah dan hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Namun setelah adanya Putusan Mahkamah Agung No. 46/PUUVIII/2010, isi dari Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 tentang Perkawinan menjadi diperluas. Anak yang lahir tersebut tidak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja, namun dapat memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya apabila dapat dibuktikan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain menurut hukum. Mengenai kedudukan harta benda yang dimiliki dari perkawinan yang tidak dicatatkan dihubungkan dengan penetapan tersebut adalah istri dan anaknya tidak memiliki hak atas harta warisan dari suaminya yang telah meninggal sepanjang perkawinan tersebut belum disahkan secara negara.


Detail Information

Statement of Responsibility
Description
-
Publisher STHB Press : .,
Language
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Content Type
Undergraduate Theses
Keyword(s)

File Attachment